Monika Pandey – Virus Ebola adalah salah satu virus paling mematikan yang menyebabkan Ebola Virus Disease (EVD) atau demam berdarah Ebola. Virus ini pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976 di dua lokasi berbeda, yaitu di Sudan dan dekat Sungai Ebola di Republik Demokratik Kongo, yang kemudian menjadi asal namanya.
Ebola tidak menyebar melalui udara seperti flu, melainkan melalui kontak langsung dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi, seperti darah, air liur, keringat, muntahan, urine, feses, atau ASI. Selain itu, virus ini juga dapat menular melalui benda yang terkontaminasi cairan tubuh penderita, serta melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi, seperti kelelawar buah dan primata.
“Simak Juga: Demam, Mekanisme Pertahanan atau Tanda Penyakit Serius?”
Masa inkubasi virus Ebola berkisar antara 2 hingga 21 hari setelah terpapar. Gejala awalnya mirip dengan penyakit flu biasa, tetapi berkembang dengan cepat menjadi kondisi yang mengancam jiwa. Berikut adalah beberapa gejala umum Ebola:
Virus Ebola memiliki tingkat kematian yang tinggi, berkisar antara 25% hingga 90%, tergantung pada strain virus dan respons medis. Wabah Ebola yang terjadi di Afrika Barat pada tahun 2014–2016 adalah yang terbesar dalam sejarah, menyebabkan lebih dari 11.000 kematian.
Dampak virus ini tidak hanya pada kesehatan individu, tetapi juga pada sistem kesehatan, ekonomi, dan sosial di negara-negara terdampak. Banyak tenaga medis yang terinfeksi, fasilitas kesehatan kewalahan, dan masyarakat mengalami ketakutan besar.
Hingga saat ini, belum ada obat yang benar-benar dapat menyembuhkan Ebola. Namun, beberapa terapi eksperimental dan vaksin telah dikembangkan untuk mengurangi penyebaran dan tingkat keparahan penyakit. Beberapa langkah pencegahan utama meliputi:
“Baca Juga: Gubernur Pramono, Senang Melihat Anies dan Ahok Akur Kembali”